Februari
Narasumber:
- Jumiyem (Sekolah PRT Tunas Mulia DIY)
- Susilo Andi Darma, S.H., M.Hum (Dosen Hukum Ketenagakerjaan FH UGM / Peneliti LGS)
- Dr. Ninik Rahayu, S.H., MS (Anggota Tim Substansi RUU-PPRT)
Editor: Nabiyla Risfa Izzati, S.H., LL.M (Adv) (Dosen Hukum Ketenagakerjaan FH UGM / Peneliti LGS)
Copywriter: Diantika Rindam Floranti, S.H., LL.M.
Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan jenis pekerjaan yang banyak digeluti oleh penduduk Indonesia, dengan tren meningkat setiap tahun. PRT selama ini melakukan pekerjaan dengan memenuhi unsur upah, perintah dan pekerjaan, dengan demikian PRT seharusnya dipandang sebagai pekerja yang berhak atas hak-hak normatif dan perlindungan sebagaimana yang diterima pekerja pada umumnya. Namun di Indonesia PRT jarang disebut sebagai pekerja (workers) dan hanya dianggap sebagai pembantu (helper). Hubungan kerja antara para PRT dan majikan umumnya hanya diatur berdasarkan kepercayaan atau kekeluargaan saja. Mayoritas PRT tidak memiliki perjanjian kerja sebagaimana yang dimiliki oleh pekerja di perusahaan. Padahal, perjanjian kerja merupakan pedoman bagi kedua pihak yang memuat sejumlah kewajiban, dan menjamin sejumlah hak.
Perubahan pengaturan usia minimum perkawinan dan dispensasi perkawinan merupakan momentum penting dari perjuangan panjang menentang perkawinan anak. Pembaharuan hukum telah menunjukkan kesadaran negara akan terenggutnya hak-hak anak – utamanya anak perempuan – sebagai akibat dari perkawinan anak. Namun, perubahan tersebut masih menyisakan ruang bagi terjadinya perkawinan anak. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengenai tanggung jawab berbagai pihak. Oleh karenanya, pemantauan terhadap implementasi perubahan tersebut menjadi suatu langkah yang penting untuk dilakukan.