Kekerasan dan pelecehan di dunia kerja masih menjadi persoalan yang serius. Pengetahuan yang belum memadai berperan besar dalam membentuk respon yang beragam oleh pekerja terhadap kekerasan dan pelecehan, termasuk juga kekerasan berbasis gender. Kurangnya pengetahuan tentang kekerasan dan pelecehan akan berpengaruh terhadap kurangnya kesadaran untuk merespons kekerasan dan pelecehan yang terjadi. Respons yang tidak memadai menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman dan tidak sehat yang berkelanjutan.
September
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan tindak pidana serius yang melibatkan jaringan pelaku kejahatan dengan modus operasi yang kian kompleks dari waktu ke waktu. Kejahatan ini masih menjadi momok bagi pemerintah Indonesia sebagaimana masih ada wilayah negara kita yang menjadi daerah sumber atau daerah asal korban dan daerah transit korban TPPO sebelum kemudian dikirim ke daerah/negara tujuan, terkhusus di wilayah Pulau Kalimantan. Untuk mendapat gambaran lebih lanjut terkait situasi tersebut, International Organization for Migration (IOM) Indonesia bersama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) telah melakukan penelitian pada bulan November 2018 hingga bulan Juni 2019 di empat lokasi di Pulau Kalimantan, yang merupakan daerah perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia, yakni Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Kapuas Hulu di Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Nunukan di Provinsi Kalimantan Utara. Pada tahun 2020, penelitian ini dipublikasikan dalam bentuk laporan yang berjudul “Profil Perdagangan Orang di Perbatasan Kalimantan: Studi pada Kabupaten Sanggau, Sambas, Kapuas Hulu, dan Nunukan.”
Kekerasan berbasis gender terhadap pengungsi Internasional yang berada di suatu negara penerima belum mendapatkan perhatian secara meluas karena:
- kekerasan berbasis gender itu merupakan isu yang relatif baru diperbincangkan di tingkat global dan di nasional
- isu pengungsi merupakan isu yang dipandang sangat sensitif di tingkat global, regional dan domestic (negara)
- ada budaya yang kuat di kalangan pengungsi untuk tidak melaporkan kasus-kasus kekerasan berbasis gender, baik karena pelakunya bisa jadi adalah anggota keluarga sendiri atau dari komunitas sesama pengungsi.
Buku panduan berjudul” Kekerasan Berbasis Gender dalam Konteks Pengungsi – Panduan untuk Pendamping di Pengungsian” disusun dengan maksud untuk menjadi pegangan bagi para pendamping di komunitas pengungsi Internasional, khususnya mereka yang meninggalkan negaranya karena konflik dan mencari suaka, dalam pencegahan maupun penanganan kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks pengungsi. Pendamping diharapkan mengetahui apa saja bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi di komunitas pengungsi, mendeteksi secara dini kasus-kasus yang terjadi di kalangan para pengungsi; mendokumentasikan kasus-kasus dan penanganannya secara tepat yang berperspektif korban dan hak-hak asasi manusia lainnya sehingga korban diharapkan dapat dipulihkan kemanusiaannya dan penderitaannya dan mendapatkan akses terhadap keadilan.